Gustin L. Reichbach, adalah seorang hakim kenamaan dari New York State Supreme Court, yang juga adalah pengidap kanker.
Beberapa saat lalu, tulisannya di New York Times tentang pengakuannya
menggunakan ganja medis kontan sedikit membuat gempar kota yang konon
katanya tak pernah tidur itu.
Kisah ini merasa perlu diangkat sebagai sebuah artikel berdasarkan
pertimbangan; penyakit, kelainan dan wabah bisa terjadi kepada siapapun,
lintas profesi ataupun usia.
Menyikapi pernyataan-pernyataan yang sang hakim beberkan terkait
profesinya juga keterlibatannya dengan tindak kriminal, dalam hal ini
penggunaan ganja, harusnya bisa sedikit menghapuskan stigma-stigma buruk
tentang pengguna ganja, yang umum diketahui berperilaku buruk dan tidak
menyenangkan.
Juga secara lantang (harusnya) membantah undang-undang yang
mengklasifikasikan ganja sebagai narkotika berbahaya, tanpa nilai medis
sedikitpun.
Pernyataan dari Gustin L. Reichbach ini diutarakannya dalam sebuah
artikel di New York Times setelah menerima vonis kanker pankreas 3
setengah tahun lalu, ketika dia baru saja berulang tahun ke-62.
Kanker stadium 3 dinyatakan dokternya bersamaan dengan vonis sisa usia yang maksimal hanya bisa bertahan 6 bulan saja!
16 Mei 2012, 3 setengah tahun setelah divonis, sang hakim angkat bicara. Bukan tanpa risiko, tentunya.
Dia bisa saja kehilangan pekerjaannya dan mendapatkan masalah dengan
hukum yang berlaku, mengingat hukum negara bagiannya dimana segala
bentuk penggunaan ganja adalah ilegal.
Menurutnya, tidak ada lagi yang perlu disembunyikan jika faktanya, ganja
yang pemerintah federalnya larang sepenuh hati ini, ternyata sangat
bermanfaat untuk kanker yang dideritanya.
“My survival has demanded an enormous price, including months of chemotherapy, radiation hell and brutal surgery.”
Segala perawatan yang dia jalani setelah diagnosis bagaimanapun telah
memperpanjang usianya. Meskipun, lanjutnya lagi, biaya yang dikeluarkan,
efek samping chemoteraphy, dan puluhan obat-obatan yang hanya bersifat
menenangkan sementara dengan efek-efek samping yang tak kalah
mengganggu, seperti mual, hilangnya selera makan dan susah tidur.
Setiap obat pabrikan yang dokternya sarankan untuk meringankan satu
gejala selalu berujung kepada pengkonsumsian obat-obatan lainnya untuk
sekedar meredakan efek samping dari obat tersebut.
Obat penghilang rasa sakit contohnya, selalu berujung kepada hilangnya nafsu makan dan sembelit.
Juga obat anti-mual, ungkapnya, malah mengakibatkan masalah lain seperti melangitnya kadar gula dalam tubuh rentannya.
Begitu seterusnya, dan bisa dibayangkan nominal uang yang harus
disediakan untuk sekedar berusaha mempertahankan keberlangsungan hidup
belaka.
Selepas setahun perawatan menyengsarakan, kanker pankreasnya akhirnya
hilang, meskipun dia sadar bahwa kanker itu hilang hanya untuk kembali
merongrong nyawanya.
Mual dan nyeri adalah kesetiaan yang senantiasa menemani kapanpun selepas perawatan
“IV Booster of Chemoteraphy“.
Bahkan “makan”, salah satu hal paling menyenangkan dalam hidup, kini
baginya adalah peperangan yang menyengsarakan setiap harinya, dimana
setiap suapan sendok adalah sebuah kemenangan.
Juga tidur, satu aspek paling vital untuk membantu proses recovery dan
hiburan untuk kesengsaraan sehari-harinya, kini menjadi satu hal yang
sangat sulit untuk dimiliki.
“This is not a law-and-order issue; it’s a medical and human rights issue.“
“Menghisap ganja adalah satu-satunya cara untukku meredakan mual,
meningkatkan nafsu makan dan memudahkan kantuk untuk datang di akhir
hari.”
Beruntunglah beberapa temannya, yang tentunya tak tega melihat
kesengsaraan sang hakim rela (dengan risiko pribadi) menyediakan akses
untuk ketersediaan ganja medisnya.
“Di posisiku yang masih aktif sebagai hakim dan bekerja mengadili
kasus-kasus, banyak teman dan relasi yang mempertanyakan keputusanku
mengangkat isu ini.
Ini kulakukan karena kesadaran bahwa para penderita kanker sepertiku di
luar sana, mungkin tidak punya akses mengungkapkan keadaan buruk
masing-masing secara masal.
Everybody can make their own fuel at their house by them self. Yup, FREE
fuel, FREE energy, for you all! The ELITE afraid about this. Because
it’s can makes they business and industrial empire in Oil companies,
Pharmaceutical Companies, Plastics Companies, Paper Companies,
Contractors Companies and many others around the world, will COLLAPSE!
Sangat menyakitkan rasanya bahwa dalam masalah kanker seperti ini,
satu-satunya obat yang dapat menolong tanpa efek-efek samping yang
rumit, dalam hal ini yaitu cannabis, masih saja diklasifikasikan sebagai
narkotika”, lanjutnya dalam artikel tersebut.
“Aku tidak bakal tinggal diam, karena meng-kriminalisasikan obat paling
efektif akan berujung kepada ketidak-adilan sistem administrasi hukum
yang berlaku.
Aku merasa berkewajiban baik sebagai hakim atau sebagai penderita
kanker, memohon kepada pemerintah negara bagian New York untuk mengikuti
langkah 17 negara bagian lainnya yang telah memberikan akses untuk
ganja medis.
Karena adalah tidak manusiawi untuk menghalangi kami (penderita kanker)
dari sebuah substansi alam yang telah terbukti membantu penderitaan
kami”, tutupnya.
Ganja Hentikan Penyebaran Sel Kanker
Ganja yang penjualan dan pemakaiannya dilarang, terbukti dapat menjadi
obat alternatif kanker. Sebuah senyawa dalam ganja yang ditemukan oleh
peneliti di California Pasific Medical Centre, San Fransisco, dapat
berpotensi mematikan sel-sel kanker.
“Butuh waktu sekitar 20 tahun untuk penelitian ini, dan hasilnya sangat
menggembirakan” ujat Pierre Despres, seorang peneliti pada Huffington
Post.
Desprezm seorang ahli biologi molekuler, menghabiskan waktu tahunan untuk mempelajari gen penyebaran kanker.
Sedangkan, Sean McAllister mempelajari efek Cannabidiol, atau CBD, senyawa kimia yang berada dalam ganja.
Akhirnya, pasangan ini pun mencoba memadukan dua penelitian yang telah
mereka lakukan. Menggabungkan CBD dengan sel kanker dalam sebuah cawan
petri.
“Kami menemukan Cannabidiol memiliki sifat dasar ‘mematikan’, dan ini terjadi pada sel kanker,” sambungnya.
Meski telah berhasil pada hewan uji laboratorium. Penelitian ini belum
dapat diterapkan pada manusia. Para ahli masih menunggu izin untuk uji
klinik pada manusia.
Ganja Sebagai Obat Kanker
Penelitian terbaru yang dilakukan tim dari University of Alberta
menunjukkan bahwa daun ganja ternyata mengandung bahan aktif yang dapat
menambah nafsu makan para pasien kanker.
Bahan aktif dalam ganja yang disebut delta-9-tetrahydrocannabinol (THC), dapat meningkatkan selera makan dan kemampuan pengecapan pada pasien kanker stadium lanjut.
Mykayla
“Mariyuana emiliki reputasi yang buruk bagi orang sehat, tetapi studi
menunjukkan bahwa ganja juga memiliki efek yang baik bagi pasien kanker.
Tak hanya itu, mereka dapat menikmati makanan dan tidak merasa lapar
adalah perbaikan yang besar untuk meningkatkan kualitas hidupnya,” jelas
peneliti Wendy Wismer, seorang ilmuwan makanan di University of Alberta
di Kanada.
Rupanya, karena alasan inilah, seorang Ibu warga negara Oregon, Erin
Purchase percaya dan memberikan terapi ‘pengobatan’ marijuana sebagai
bagian dari pengobatannya kepada sang putri Mykayla Comstock (7) yang
sedang menderita kanker.
Mykayla sembuh dari kanker karena ganja
Dilansir healthland.time, Mykayla didiagnosa dengan leukemia
lymphoblastic akut pada bulan Juli 2012 dan terus menerus menjalani
kemoterapi.
Sebelum menjalani treatment ‘pengobatan’ marijuana, bocah kecil itu mengalami respon yang buruk terhadap pengobatan kemoterapi.
Namun, Erin mengaku sengaja memberikan ganja dalam bentuk minyak kepada
putrinya untuk mengurangi efek samping dari kemoterapi, mengurangi rasa
sakit dan menambah nafu makan.
Melihat perkembangan putrinya yang mulai membaik, sang ibu Erin terpaksa
meninggalkan saran dokter untuk transplantasi sumsum tulang dan
menggantinya dengan ganja sebagai terapi pengobatan dan mengurangi rasa
sakit dan mual yang diderita putri tercintanya.
Sementara,
The American Academy of Pediatrics menentang
penggunaan ganja untuk mengobati anak-anak muda, mengutip potensi
adiktif dan tidak diketahui banyak tentang bagaimana hal itu dapat
mempengaruhi perkembangan tubuh.
The Institute of Medicine (IOM), sebuah kelompok ilmiah ahli
menganalisis data yang tersedia dan sejak 1999 telah mengakui bahwa
beberapa keperluan medis yang bisa dilakukan adalah ganja.
“Masih banyak pengobatan-pengobatan yang efektif untuk meredakan mual
dan nyeri kanker,” ungkap peneliti. Penelitian juga mengakui bahwa untuk
beberapa pasien yang mungkin tidak merespon terapi, komponen dalam
ganja dapat membantu.
Cannabis THC (Tetrahydrocannabinol) on cancer
Laporan IOM menyoroti kebutuhan untuk penelitian lebih banyak ke dalam
pemahaman menggunakan obat ganja termasuk gejala atau kondisi yang
mungkin paling efektif, dan yang pasien.
Mereka prihatin ketika datang untuk mengobati anak-anak seperti Mykayla
yang sering tidak disertakan dalam uji klinis karena usianya yang masih
muda.
Pasien memiliki kemungkinan beberapa tahun lagi menghadapi efek samping dari obat.
Beberapa ahli menunjukkan bahwa tidak semua komponen ganja, dan
pengaruhnya terhadap tubuh, telah dipelajari atau belum dipahami dengan
baik.
Tanpa penelitian lebih lanjut, baik dokter dan orang tua akan terus
menghadapi keputusan yang sulit memberikan pengobatan bagi anak-anak
yang jauh dari bahaya.
Pengobatan Ganja (Medical Marijuana) Bukanlah Narkotika
Di beberapa negara tumbuhan ini tergolong narkotika, walau tidak
terbukti bahwa pemakainya menjadi kecanduan, berbeda dengan obat-obatan
terlarang jenis lain yang menggunakan bahan-bahan sintetik atau semi
sintetik dan merusak sel-sel otak, yang sudah sangat jelas bahayanya
bagi umat manusia.
Efek ganja terhadap tumor otak
Di antara pengguna ganja, beragam efek yang dihasilkan, terutama euforia
(rasa gembira) yang berlebihan serta hilangnya konsentrasi untuk
berpikir di antara para pengguna tertentu.
Efek negatif secara umum adalah pengguna akan menjadi malas dan otak akan lamban dalam berpikir.
Namun, hal ini masih menjadi kontroversi, karena tidak sepenuhnya
disepakati oleh beberapa kelompok tertentu yang mendukung medical
marijuana dan marijuana pada umumnya.
Untuk itulah maka ganja tak bisa dijadikan obat untuk semua manusia,
apalagi yang tak suka mabuk. Maka ilmuwan akan membuat efek mabuk itu
menjadi hilang agar semua orang dapat menggunakannya sebagai penyembuh
dan pengobatan berbagai penyakit.
Untuk Obat, Ilmuwan Ciptakan Ganja Tidak Memabukkan
Ilmuwan Israel berhasil menciptakan ganja sintetis yang bentuk, bau, dan
rasanya menyerupai daun ganja asli. Satu-satunya yang menjadi yang
pembeda adalah, ganja sintetis ini tidak menimbulkan efek memabukkan
selayaknya ganja sungguhan. Dan karena memiliki bau, bentuk dan rasa
menyerupai ganja asli, produk ini berhasil menipu pasien.
Ganja sudah dikenal sebagai tanaman obat dan pemulih kesehatan sejak ribuan tahun yang lampau.
Tikkun Olam, perusahaan yang mengembangkan ganja sintetis ini memang
sengaja tidak membuat efek tersebut. Sebab, mereka memang berniat
membuat hanya mirip secara bentuk, namun kandungan yang berbeda.
“Setelah mencoba ganja sintetis ini, banyak pasien kami kembali dan
mengaku tertipu. Mereka mengira kami memberi semacam plasebo pada
mereka,” kata Tzahi Klein, kepala bagian pengembangan Tikkun Olam,
seperti dikutip Daily Mail, Jumat 1 Juni 2012.
Efek mati rasa yang biasa didapat seseorang saat mengonsumsi ganja,
berasal dari zat THC atau tetra-hydro-cannabinol yang terkandung di
dalamnya.
Para ilmuwan Israel lebih memilih untuk meningkatkan efek zat yang lebih
ringan, yaitu cannabidiol, yang seringkali digunakan untuk meringankan
efek gangguan mental.
Di Israel, ganja digolongkan ke dalam obat-obatan kelas B. Di negara
ini, ilegal bagi warganya untuk memiliki dan menghisap ganja. Penggunaan
daun ini diperbolehkan di Israel untuk tujuan medis. Tikun Olam adalah
salah satu perusahaan Israel yang menumbuhkan ganja untuk keperluan ini.
Ganja Obat Masa Depan
Efek negatif ganja terhadap memori sudah lama dikenal. Tapi kini para
ilmuwan telah menemukan lokasi di bagian mana otak yang bisa terpengaruh
dan menyebabkan kelupaan.
Jika penelitian tersebut berhasil, saat percobaan yang dilakukan
menggunakan tikus dan diperkirakan bisa diterapkan pada manusia, berarti
suatu hari nanti para ilmuwan akan mampu menciptakan obat yang
diproduksi menggunakan ganja tanpa menggangu memori kerja pasien saat
obat tersebut bekerja mengobati penyakit.
Memori kerja merupakan kemampuan untuk mengingat lebih dari satu pemikiran di kepala dalam suatu periode.
“Kami telah menemukan titik awal dari fenomena tersebut – efek dari
ganja terhadap ingatan – .adalah sel astrogial,” ujar peneliti lembaga
riset biomedis di Institut di National de la Santé et de la Recherche
Médicale (INSERM), Giovanni Marsicano.
Giovanni menemukan fakta bahwa gangguan terhadap memori kerja tidak
disebabkan oleh efek dari obat (yang diproduksi menggunakan ganja) yang
langsung menyerang sel-sel saraf pada otak, melainkan pada jenis sel
yang lain, yaitu sel-sel pembantu otak yang disebut astroglia (sering
disebut astrocrytes, neuroglia, atau sel-sel glial).
Astroglia (Astrocytes)
Para peneliti mempelajari bagaimana reaksi tikus terhadap komponen aktif
ganja dan beberapa unsur kimia lain yang mirip. Perhatian difokuskan
kepada reseptor pada sel-sel otak yang bereaksi terhadap zat kimia yang
bernama cannabinoid, sebuah senyawa yang mirip dengan komponen aktif
pada ganja, yaitu Tetrahydrocannabinol (THC). Reseptor otak yang
bereaksi terdapat pada neuron (sel syaraf) dan astroglia atau disebut
juga astrocytes.
Para peneliti tersebut melakukan rekayasa terhadap tikus untuk melakukan
percobaan. Tikus-tikus tersebut dibagi dalam 3 kelompok:
Kelompok pertama tidak mempunyai reseptor cannabinoid di otaknya
Kelompok kedua hanya mempunyai reseptor pada neuron (sel syaraf)
Kelompok terakhir hanya mempunyai reseptor pada astroglia.
Tikus-tikus tersebut diajarkan untuk melewati sebuah labirin. Setelah
dianggap menguasai labirin, tikus-tikus tersebut lalu diberikan sejumlah
dosis THC atau senyawa lain yang mirip dengan cannabinoid untuk
mengetes kemampuan mereka dalam mengingat labirin.
Kelompok tikus yang dengan reseptor cannabinoid pada astroglia
(kelompok-1) ternyata bermasalah dalam mengingat arah. Kelompok lain
yang hanya memiliki reseptor pada neuron (kelompok-2) tanpa masalah
berhasil melewati labirin.
Hal tersebut menunjukkan bahwa THC tidak mempengaruhi memori melalui neuron (sel syaraf), namun melalui astroglia.
Para peneliti juga memperhatikan sel-sel astroglial pada bagian potongan
otak yang berasal dari hippocampus (bagian otak yang berkaitan dengan
pembentukan memori).
Setelah terkena cannabinoid, astroglia melepaskan senyawa yang
mengganggu pengiriman sinyal antar neuron. Hal tersebut bisa menjelaskan
mengapa ganja bisa memengaruhi memori.
Efek lain dari ganja – yang bisa dikatakan bermanfaat adalah dalam
mengobati rasa sakit, kejang, dan beberapa penyakit lainnya – terjadi
melalui neuron.
Jika zat cannabinoid bisa didesain hanya untuk memengaruhi neuron,
pengaruh buruk ganja pada memori tentu bisa dihindari dan tentu saja
pengobatan menggunakan ganja dimasa depan untuk banyak penyakit akan
bisa dilakukan.
Sumber