Unik

Beberapa Artefak Misterius di Gunung Padang


Quote:
“Situs Gunung Padang, situs prasejarah megalitik yang menurut beberapa sumber merupakan situs megalitik terbesar di Asia Tenggara, terletak di Kabupaten Cianjur, ternyata sarat makna yang melibatkan faktor geologi, arkeologi, religiusitas, dan astronomi yang dibangun dalam harmoni bumi dan langit.”
Dinamakan Gunung Padang, berdasarkan kata “padang” berasal dari beberapa suku kata, yaitu : Pa (tempat), Da (besar/gede/agung/raya) dan Hyang (Eyang/moyang/biyang/leluhur agung). Jadi arti kata “Padang” itu adalah “Tempat Agung para Leluhur” atau boleh jadi maknanya “Tempat para Leluhur Agung”.

Artikel tentang Gunung Padang Cianjur yang kami rilis sejak tahun 2011 dan belum banyak yang tahu namun telah masuk ke dalam rujukan wikipedia dan beberapa website luar negeri ini, ternyata masih berjalan panjang.

Pada kali ini, kita lihat beberapa penemuan berupa artefak-artefak pada situs mahakarya tersebut. Namun tak menutup kemungkinan, akan ada banyak artefak-artefak lainnya yang masih terkubur didalamnya dan akan menambah perbendaharaan dalam artikel ini. Dengan berjalannya waktu, Timnas Peneliti Gunung Padang telah menemukan artefak-artefak di situs era megalitikum, situs Gunung Padang Cianjur, Jawa Barat.


Penemuan artefak lainnya, adalah artefak yang mirip alat logam yang bentuknya seperti pisau. Jika dilihat secara seksama maka benda ini seperti ada pegangannya, lalu ada bentuk tajaman ukuran kecil. Logam purba ini ditemukan bulan Maret 2013 lalu, pada artikel part-3. Tim menemukan logam berukuran panjang 10 cm, berkarat, di lereng timur berkedalaman 1 meter.

Mungkin logam purba berbentuk pegangan ini, dulu ada gagangnya dan tajaman pisau ini kemungkinan masih panjang karena terlihat sudah patah. Dengan adanya artefak ini, bukti bahwa warga dulu yang tinggal di situs ini sudah mengenal budaya logam.

Dilihat dari komposisinya, yang dominan adalah “Fe” (Ferrum/Besi) dan “O” (Oksigen), dan juga masih ada Silika dan Alumunium plus Carbon, serta bentuknya seperti ada rongga-rongga kecil di sekujur materialnya, jadi kemungkinan besar itu adalah slug atau logam.

Ini membuktikan adanya campur tangan manusia yang sudah menggunakan teknologi metal atau bahan logam pada masa itu yang mengacu tentang kemungkinan adanya upaya pemurnian logam, atau teknologi metalurgi pada zaman purba itu.

Hasil pembakaran hancuran batuan untuk mengkonsentrasikan metalnya, terlihat masih tercampur dengan Clinkers (carbon), alias bahan pembakarnya. Temuan carbon tersebut bisa dari kayu, batubara atau minyak bumi.

Rongga-rongga yang ada di sekujur material menandakan ketika proses pembakaran itu, terjadi pelepasan-pelepasan gas seperti CO2 dan semacamnya, ke permukaan material. Berdasarkan hipotesis, besar kemungkinan sudah ada proses pembakaran hancuran batu dengan temperatur tinggi, proses pemurnian pembuatan logam, pada waktu yang terkait dengan lapisan pembawa artefak tersebut.

Namun lokasi teknik pembakaran belum diketahui, apakah dilakukan di lokasi atau dilakukan di tempat lain. Menindaklanjuti temuan logam tersebut, tim arkeologi mengecek kandungannya ke labaratorium Metalurgi dan Mineral Fakultas Teknik Universitas Indonesia.

Tim masih harus menunggu hasil pemeriksaan laboratorium untuk memastikan dugaan kuat bahwa leluhur kita sudah mengenal teknologi metalurgi sebelum 11.500 tahun yang lalu.

Selain itu. masyarakat yang tinggal di kawasan itu bukan masyarakat yang berburu dan peramu makanan. Tim arkeolog belum memasukannya ke dalam laboratorium karena benda ini terlihat rapuh sekali, sedangkan di lab akan diperlakuan cukup banyak penelitian, jadi artefak ini masih disimpan tim arkeolog. Namun kajian lebih lanjut atas temuan menarik logam ini belum dirilis.

Semen Purba


Semen purba yang ditemukan mampu mengikat batu-batu purba, yaitu material pengisi diantara batu-batu kolom purba, yang punya kadar besi tinggi. Bahkan diantaranya ada batu kolom yang sudah pecah berkeping-keping, namun ditata dan disatukan lagi oleh material pengisi, atau disebut sebagai semen purba yang kami rangkum dalam artikel sebelumnya pada part-5.

Makin ke bawah “kotak gali”, semen purba ini terlihat makin banyak, dan merata setebal 2 sentimeteran di antara batu-batu kolom. Selain di kotak gali, semen purba ini juga sudah ditemukan pada tebing undak antara Teras-1 dan Teras-2, dan juga pada sampel inti bor dari kedalaman 1 sampai 15 meter dari pemboran yang dilakukan oleh tim pada tahun 2012 lalu di atas situs.

Temuan semen purba juga ditemukan saat tim geologi melakukan pengeboran di Teras-2 dan Teras-5 sekitar Februari 2011 silam, semen purba ini diperkirakan berusia minimal 11.500 tahun yang lalu.

Artefak Mirip Kujang


Ditemukan dibagian selatan teras lima pada Sabtu (14/9/2014), tertimbun cukup dalam mirip senjata khas Jawa Barat, dan dinamai “Kujang Gunung Padang”. Benda ini telah diamati dan diperkirakan asli buatan manusia zaman dulu, di mana batunya dipangkas pada semua permukaan dan digerinding atau digosok, sehingga menjadi halus termasuk permukaannya.

Sebelum prasejarah, teknik tersebut sudah dikenal dan dipergunakan masyarakat. Selain itu, bentuk benda seperti itu mungkin hanya satu-satunya, bukan saja di Indonesia bahkan di dunia.

Tahukah anda konstanta “pi” dalam matematika? Kontanta sebesar 22/7 atau 3,14 itu dipakai dalam perhitungan luas dan keliling lingkaran serta volume tabung dan bola seantero jagad hingga abad modern ini. Tim riset Gunung padang mengatakan bahwa artefak serupa kujang yang ditemukan lewat ekskavasi itu merupakan cerminan dari konstanta pi itu sendiri.

Konstanta pi dalam kujang itu bisa diketahui ketika mengukur panjang dan lebar bagian kujang yang meruncing. Bagian yang meruncing punya panjang 22 cm dan lebar 7 cm. Kalau dihitung, 22 dibagi tujuh = pi. Hal itu mencengangkan dan diluar yang dibayangkan tim peneliti. Luar biasa sekali. Ukuran kujang itu menunjukkan bahwa leluhur yang tinggal di Gunung Padang sudah mengenal ilmu geometri!

Kujang Gunung Padang juga punya keunikan lain, yaitu punya anomali magnetik. Kujang itu memiliki tiga sisi. Tiga sisi itu hanya bisa merespon kutub magnet yang sama. Sebab anomali magnetik itu belum diketahui. Selain itu, struktur kujang ini memang unik, karena didalam permukaannya ada kandungan metal!. Pada perbesaran 80 kali, tampak ada struktur seperti kawat. Kujang Gunung Padang adalah artefak pertama yang ditemukan sepanjang penggalian sejak Sabtu (14/9/2014) lalu.

Namun temuan kujang sempat meragukan. Berdasarkan pengamatan terhadap foto objek yang bersangkutan tidak tampak adanya jejak pemangkasan baik monofasial maupun bifasial di permukaan batu ini. Jejak pemangkasan baik bifasial maupun monofasial di bidang permukaan batu biasanya tidak menghasilkan permukaan yang rata akan tetapi memiliki bentuk permukaan yang berbeda dengan sisi bidang yang tidak terpangkas. Permukaan batu yang rata tersebut besar kemungkinan merupakan produk dari proses pelapukan batuan.

Oleh karenanya, kujang ini akan diteliti secara intensif dan dalam waktu dekat dan akan dibawa ke laboratorium di Jakarta. Artefak ini akan diteliti dengan alat yang dinamakan mikrotemografi seperti cytiscan yang nantinya benda tersebut dimasukan ke lab, untuk mencari tahu pada bagian mana artefak itu telah dimodifikasi oleh tangan-tangan manusia pada benda itu dimasa lalu.

Penelitian ini akan menguak, apakah pada artefak tersebut ada kemungkinan mengandung zat-zat atau material yang menempel atau bekas tumbuhan atau dipakai untuk menebang pohon atau lainnya. Untuk sementara, kijang ini diduga berasal dari masa 500 – 5.200 tahun yang lalu berdasarkan hasil penanggalan karbon lapisan tanah tempat penemuannya.

Pecahan Tembikar atau Gerabah


Peneliti Gunung Padang melakukan penyelidikan atas temuan beberapa pecahan tembikar atau gerabah yang terbuat dari tanah dan hampir semuanya ditemukan di Teras-2. Artefak itu adalah jenis artefak pertama yang ditemukan yang terbuat dari tanah liat. Beberapa tembikar atau gerabah ini menunjukan manusia sudah memiliki kemampuan untuk membuat wadah. Selain itu temuan kendi cukup banyak dalam kondisi pecah-pecah.

Benda tersebut diperiksa oleh ahli tembikar atau gerabah dan ternyata pembuatannya kala itu menggunakan teknik yang ditekan, bukan menggunakan roda putar. Untuk pembuatan tembikar atau gerabah, roda putar adalah teknik belakangan yang dipakai manusia.

Sedangkan pembuatan tembikar atau gerabah Gunung Padang ini dibuat dengan teknik ditekan awalnya, sehingga periodenya memang cukup tua. Dari berbagai bentuknya tim arkeolog sudah mempelajari, dan tembikar-tembikar itu ada yang seperti kendi dan piring.

Gerabah tersebut telah diidentifikasi bentuknya yakni mangkuk, tempayan, dan kendi. Gerabah-gerabah tersebut kemungkinan besar dibawa oleh peziarah yang ingin melakukan ritual di Gunung Padang.

Tim peneliti telah membuat secara simulasi kemungkinan benda itu untuk prosedur prosesi dari penziarah yang datang dari utara mengambil air untuk bersuci dengan kendi, naik ke tangga utara dan terus hingga ke teras 1, lalu membasuh diri. Setelah membasuh diri, benda itu ditinggalkan, lalu mereka melakukan ritual berikutnya.


Pecahan Keramik


Peneliti Gunung Padang melakukan penyelidikan atas temuan beberapa pecahan keramik oleh seorang petani yang sedang mencangkul di lereng barat situs prasejarah Gunung Padang. Keramik itu buatan Eropa abad 19 dan China abad 16.

Peneliti yang tergabung dalam Tim Terpadu Riset Mandiri telah melihat temuan tersebut dan membuat dokumentasi, serta melakukan identifikasi awal. Dari enam fragmen keramik tersebut, dua di antaranya merupakan keramik asing. Keramik itu diketahui sebagai keramik Eropa yang lazim diproduksi pada abad ke-19 Masehi. Keramik tersebut kemungkinan berasal dari Belanda.

Juga ada keramik China yang lazim diproduksi pada akhir Dinasti Ming, sekitar abad ke-16 Masehi. Mengenai kaitan antara keramik asing dan situs Gunung Padang yang merupakan bangunan prasejarah tersebut masih terus diteliti.

Koin Kuno


Tim peneliti situs megalitikum Gunung Padang juga telah menemukan koin dengan ukiran saat melakukan pengeboran sedalam 11 meter di teras 5 situs tersebut. Ternyata terdapat ukiran berwujud manusia pada logam itu.

‎Ketika arkeolog menemukan koin yang diperkirakan terbuat dari perunggu itu, tim juga kaget dengan wajah orang dalam koin itu. Namun belum bisa dipastikan siapa wajah orang dalam koin tersebut. Bisa jadi ia adalah pemimpin pada masa itu.

Koin itu berhiaskan ukiran, pada sisi luar koin dengan motif yang disebut sebagai gawangan. Yaitu motif kotak yang saling terpaut dan mengelilingi koin. Selain itu, ada pula ukiran berupa lingkaran-lingkaran kecil dengan diameter ‎0,11 millimeter yang berjumlah 84 buah.

Untuk usia koin itu sendiri, tim berpendapat bahwa koin yang ditemukan di ke dalaman 11 meter itu berusia lebih dari 10 ribu tahun Sebelum Masehi. Bisa dibayangkan, siapa yang bisa membuat koin sedetail itu pada masa periode tersebut? Untuk usianya arkeolog akan memakai logika saja. Pada kedalaman 4 meter melalui carbon dating usianya sekitar 5200 Sebelum Masehi.

Dan pada kedalaman 11 meter uji karbon menunjukkan usia sekitar 10 ribuan tahun Sebelum Masehi. Namun hal itu masih perlu banyak bukti. Tim baru punya data bor dan artefak ini.




Namun, arkeolog lain meragukan dan mengatakan bahwa koin mirip dengan uang Belanda tahun 1945, karena koin baru mulai diciptakan 1.000 – 1.200 tahun yang lalu. Maka itu harus dipastikan uji lab yang lebih akurat, karena penanggalan karbon sangat vital dalam arkeologi.

Untuk itu, sampel koin yang ditemukan di Gunung Padang ini akan dikirim ke Betalab, Miami, Amerika Serikat untuk dilakukan uji karbon. Pengiriman sampel koin ke Amerika Serikat itu dilakukan untuk memastikan usia artefak itu. Sebelumnya, tim memperkirakan koin berasal dari masa 5.200 Sebelum Masehi.

Selama ini riset arkeologi didasarkan pada komparasi, membandingkan apa yang ada dalam peradaban kita dengan yang ada di belahan dunia lainnya. Kita tidak mau dengan komparasi, makanya akan dilakukan penanggalan karbon. Dan koin ini diduga berasal dari masa 500 – 5.200 tahun yang lalu berdasarkan hasil penanggalan karbon lapisan tanah tempat penemuannya.

Sebelum dilakukan uji karbon yang akurat pada artefak ini, koin juga akan diuji di laboratorium di Indonesia. Uji yang dilakukan antara lain adalah uji fisika, kimia, dan tomografi. Untuk uji tersebut, tim riset Gunung Padang bekerja sama dengan laboratorium fisika di Institut Teknologi Bandung (ITB).

Batu Piramida Tiga Sisi


Seorang penduduk pernah menemukan yang diyakini juga sebuah artefak Gunung Padang yang terbuat dari batu. Ia adalah Juru Pelihara (Jupel) Situs Gunung Padang bernama Pak Nanang.

Dia menyerahkan temuan artefak menyerupai struktur ‘Piramida Nusantara’ itu kepada Tim Riset Terpadu Mandiri (TTRM), Selasa (16/9/2014). Artefak ini ditemukan Pak Nanang pada tahun 2010 lalu yang selama ini ia simpan.

Pak Nanang menyerahkan yang diduga artefak ini karena mengamati bagaimana Tim Riset memperlakukan secara serius temuan artefak-artefak sebelumnya. Kini Tim arkeologi sedang mengkaji temuan artefak itu, karena bentuk simetrisnya sangat penting dan mendekati miniatur ‘Piramida Nusantara Gunung Padang’.

Tim Arkeologi akan mengunjungi siapa yang menemukan, dimana ditemukannya, apakah memang bagian dari artefak situs ini. TTRM mengucapkan terima kasih atas spontanitas warga setempat yang mau menyerahkan artefak ini untuk diteliti.


Perlu diketahui bahwa menurut penelitian, situs ini didirikan bukan pada satu zaman, melainkan dibangun dalam beberapa generasi. Arkeolog meyakini bahwa awalnya situs ini tak setinggi sekarang, namun jauh lebih pendek pada awal masanya. Lalu, situs ini kembali dibangun pada bagian atasnya pada generasi berikutnya, lalu dibangun lagi pada generasi sesudahnya. Begitu seterusnya hingga setinggi sekarang.

Jadi bisa saja penemuan artefak-artefak diatas berasal dari masa awal hingga pada masa kolonial Belanda, mengingat situs ini sempat didatangi dan diteliti pada era kolonial Belanda, hingga pada tahun 1970-an. Sepanjang sejarahnya, situs ini selama ribuan tahun pernah didatangi dari beberapa generasi. Dan yang mendatanginya dari berbagai lintas generasi, dengan berbagai keperluan, mulai dari upacara ritual hingga penelitian di zamannya.

Artinya bisa saja artefak-artefak seperti gerabah dan keramik adalah bagian dari sebuah alat untuk suatu acara ritual. Begitu pula dengan koin yang bisa jadi adalah koin pada masa kolonial Belanda yang pernah mendatangi tempat ini. Tapi untuk artefak yang terbuat dari batu atau semen purba, sudah pasti menjadi kesimpulan yang berbeda.


Namun, jika melihat berbagai penemuan artefak-artefak di Gunung Padang ini menunjukkan suatu kesimpulan, bahwa warga yang sudah menetap di situs itu pada ribuan tahun lalu sebelum ada Piramida Mesir bahkan sebelum ada Machu Picchu, ternyata telah ada populasi manusia dengan jumlah besar dan mempunyai struktur sosial.

Mereka adalah warga uang sudah teratur, mampu bekerja sama dengan baik, bergotong royong dan mampu membuat bangunan yang besar. Dengan luas Gunung Padang yang diperkirakan lebih luas dari Borobudur, pastinya dibutuhkan banyak tenaga manusia. Artinya, masyarakat kala itu sudah memiliki kemampuan dalam menyediakan pasokan makanan dan minuman sebagai kebutuhan.

Hasilnya kita lihat saja nanti, bagaimana dunia arkeologi sejagad akan terperanjat, melongo dan terpana, oleh kejayaan dan keterampilan brilian nenek moyang Nusantara dimasa itu, dimana nenek moyang mereka mungkin masih sibuk di dalam goa, sementara nenek moyang kita sudah mampu membuat bangunan dengan teknologi yang hingga kini masih dipakai.


Sumber: Mysterious Thing