Sobat Unik, premanisme memang masih menjadi masalah kehidupan di tanah air ini. Preman adalah orang yang memiliki kekuasaan tidak formal atas suatu daerah, sehingga bagi orang lain yang ingin tinggal atau berusaha di daerah tersebut, diwajibkan untuk membayar sejumlah uang yang disebut uang keamanan.
Premanisme ternyata sudah terjadi ketika zaman kerajaan-kerajaan terdahulu, bahkan beberapa peraturan tentang premanisme dibuat dalam bentuk prasasti. Berikut kami rangkum 5 legenda tentang hukum premanisme di zaman Jawa kuno, sebagai berikut :
1. Prasasti Balingawan
Prasasti Balingawan diketahui ditulis pada tahun 891 M pada sebuah batu, yang bagian belakangnya terdapat ukiran arca Ganesha. Prasasti tersebut sekarang disimpan di Museum Pusat Jakarta. Dalam prasasti Balingawan tersebut menceritakan tentang penemuan mayat di Desa Balingawan.
Menurut hukum pada waktu itu, bagi desa-desa yang menjadi tempat berlangsungnya suatu tindak kriminal (walaupun tidak kriminal terjadi di tempat lain, namun ditemukan mayat di desa tersebut), maka desa tersebut diharuskan membayar pajak/denda yang berlipat kepada Raja.
Oleh karena itu, untuk mencegah tindak kriminal; masyarakat Desa Balingawan membuat sistem pengamanan desa yang dibantu oleh para tentara keamanan kerajaan.
2. Prasasti Mantyasih
Prasasti Mantyasih diketahui ditulis sekitar 907 M yang terdiri dari 3 versi, yaitu dua versi ditulis pada lempengan perunggu, dan datu versi ditulis pada media batu. Prasasti Mantyasih menceritakan tentang rakyat Desa Mantyasih yang ketakutan dikarenakan ulah para penjahat yang selalu meresahkan masyarakat. Kemudian Raja Rakai Watukura Dyah Balitung menyuruh lima patihnya untuk menumpas para penjahat dan menjaga keamanan Desa Mantyasih.
Desa Mantyasih berada di wilayah Gunung Sundara dan Gunung Sumbing, Temanggung, Jawa Tengah. Setelah adanya keputusan Raja tersebut, masyarakat Desa Mantyasih menjadi tenang dan bebas dari para penjahat.
3. Prasasti Kaladi
Prasasti Kaladi diketahui ditulis sekitar pada tahun 909 M. Prasasati Kaladi ini menceritakan sebuah permohonan dari pejabat dua daerah yang bernama Dapunta Suddhara dan Dapunta Dampi kepada Raja Rakai Watukura Dyah Balitung tentang adanya hutan yang memisahkan kedua desa mereka. Menurut pejabat daerah, masyarakat desa sering mendapat serangan dari para penjahat yang bersembunyi di dalam hutan tersebut. Kemudian Raja Rakai Watukura Dyah Balitung memutuskan bahwa hutan tersebut agar dijadikan sawah, sehingga masyarakat setempat tidak menjadi ketakutan.
4. Prasasti Sangguran
Prasasti Sangguran ini diketahui ditulis pada tahun 928 M yang berisikan hukum-hukum yang menyangkut tentang kriminal, seperti hukum desa, hukum caki-maki, hukum meludahi, hukum memukul dengan tangan, hukum tindak kekerasan terhadap wanita, hukum perkelahian, dan hukum kejahatan yang menggunakan kekuatan magis.
Selain itu, terdapat juga Naskah Purwadhigama yang merupakan naskah sistem pengadilan zaman Jawa Kuno yang sudah membagi hukum menjadi tindak pidanan dan tindak perdata yang disebut sebagai astadasawyawahara.
5. Candi
Selain dalam bentuk prasasti, relief-relief beberapa candi juga menggambarkan tentang adanya premanisme pada zaman Jawa kuno, salah satunya dapat dilihat pada relief tangga masuk pada sisi selatan dari Candi Mendut di wilayah Jawa Tengah. Candi peninggalan abad ke-9 tersebut menggambarkan figur orang yang sedang berkelahi.
Candi Surawana yang berada di wilayah Kediri ini juga terdapat relief yang menggambarkan tindak kekerasan. Candi yang berdiri sejak abad ke -14 Masehi ini, terdapat relief seorang tokoh yang sedang mematahkan kepala seseorang.
Candi Rimbi yang berada di daerah Jombang ini juga terdapat relief pada kaki candi tersebut, pada sisi selatan; yang menggambarkan dua orang pria yang sedang berkelahi di hutan dengan telanjang dada.
Sumber