Aneh memang yang dilakukan seniman Bagus Kodok Ibnu Sukodok asal Solo, Jawa Tengah ini. Ia menikah Rabu, 8 Oktober 2014, bukan dengan manusia, melainkan dengan peri.
Mendadak, rumah Bramantio Priyosusilo di Desa Sekaralas Kecamatan Widodaren Kabupaten Ngawi Jawa Timur, ramai. Rumah Bram, sapaan Bramantio, dijadikan tempat pernikahan Bagus Kodok Ibnu Sukodok dengan peri bernama Roro Setyowati.
Mendadak, rumah Bramantio Priyosusilo di Desa Sekaralas Kecamatan Widodaren Kabupaten Ngawi Jawa Timur, ramai. Rumah Bram, sapaan Bramantio, dijadikan tempat pernikahan Bagus Kodok Ibnu Sukodok dengan peri bernama Roro Setyowati.
Bram adalah teman Kodok. Tidak hanya seniman teman-teman Bram dan Kodok yang datang, ratusan orang dari berbagai penjuru Ngawi, datang ingin menyaksikan pernikahan yang tidak lazim itu.
Bram sempat menjelaskan ikhwal perkenalan Kodok dengan peri itu, lima tahun lalu. “Awalnya, saya dan Kodok menyusuri daerah hutan Ketonggo Ngawi. Kodok kemudian buang air di salah satu sungai. Dan dia di-towel oleh makhluk halus," kata Bram.
Sore tadi, acara yang mendapat penjagaan Polres Ngawi itu, diawali dengan siraman. Pengantin pria melakukan adat siraman terlebih dahulu. Setelah selesai, pengantin perempuan melakukan ritual siraman.
Namun, jangan harap bisa melihat sosok Roro Setyowati. Air yang disiramkan mengalir lurus seakan tak menyentuh apa pun, dan jatuh ke tanah. Pada malam hari, ritual pengantin dilakukan seperti ritual pengantin adat Jawa. Namun sekali lagi, sosok Roro Setyowati tidak terlihat sama sekali.
Menurut Bram, pernikahan ini berbeda dengan pernikahan lainnya. “Bedanya bahwa pengantin putri adalah makhluk halus. Dia (Roro Setyowati) disebut berasal dari Sendang Margo. Dalam sejarah, ini pertama kali dilakukan seorang pria Jawa dikawinkan dengan makhluk halus, dilakukan di alam manusia,” jelas Bram.
Bram sendiri juga tidak tahu, kehidupan berkeluarga seperti apa yang akan dijalani Kodok dan Roro Setyowati ke depan. “Yang jelas, mereka ingin bekerjasama dalam berbudaya, menjaga kesejahteraan masyarakat, dan menjaga lingkungan hidup orang Jawa,” tambah Bram.
Bram sempat menjelaskan ikhwal perkenalan Kodok dengan peri itu, lima tahun lalu. “Awalnya, saya dan Kodok menyusuri daerah hutan Ketonggo Ngawi. Kodok kemudian buang air di salah satu sungai. Dan dia di-towel oleh makhluk halus," kata Bram.
Sore tadi, acara yang mendapat penjagaan Polres Ngawi itu, diawali dengan siraman. Pengantin pria melakukan adat siraman terlebih dahulu. Setelah selesai, pengantin perempuan melakukan ritual siraman.
Namun, jangan harap bisa melihat sosok Roro Setyowati. Air yang disiramkan mengalir lurus seakan tak menyentuh apa pun, dan jatuh ke tanah. Pada malam hari, ritual pengantin dilakukan seperti ritual pengantin adat Jawa. Namun sekali lagi, sosok Roro Setyowati tidak terlihat sama sekali.
Menurut Bram, pernikahan ini berbeda dengan pernikahan lainnya. “Bedanya bahwa pengantin putri adalah makhluk halus. Dia (Roro Setyowati) disebut berasal dari Sendang Margo. Dalam sejarah, ini pertama kali dilakukan seorang pria Jawa dikawinkan dengan makhluk halus, dilakukan di alam manusia,” jelas Bram.
Bram sendiri juga tidak tahu, kehidupan berkeluarga seperti apa yang akan dijalani Kodok dan Roro Setyowati ke depan. “Yang jelas, mereka ingin bekerjasama dalam berbudaya, menjaga kesejahteraan masyarakat, dan menjaga lingkungan hidup orang Jawa,” tambah Bram.
Penyimpangan perilaku
Namun, tidak semua warga yang datang menyaksikan pernikahan ini, setuju dengan pernikahan antara manusia dan makhluk halus.
“Orang hidup ada panutannya, tapi ini juga ada pernikahan antara manusia dan makhluk, nanti bagimana jika banyak meniru seperti ini, hidup pasti berbelok-belok. Sedangkan manusia diciptakan secara berpasangan dari jenis yang sama,” kata Anto warga Desa Banyubiru Kecamatan Widodaren Kabupaten Ngawi, usai menyaksikan pernikahan itu.
Menurut Anto, ini adalah hal yang tidak lazim. “Menurut saya ini adalah penyimpangan perilaku, karena 99 persen manusia tidak seperti itu. Semua ada batasannya, manusia ada batasannya. Meskipun seorang seniman sekalipun tetap ada batasannya,” tambah Anto.
“Orang hidup ada panutannya, tapi ini juga ada pernikahan antara manusia dan makhluk, nanti bagimana jika banyak meniru seperti ini, hidup pasti berbelok-belok. Sedangkan manusia diciptakan secara berpasangan dari jenis yang sama,” kata Anto warga Desa Banyubiru Kecamatan Widodaren Kabupaten Ngawi, usai menyaksikan pernikahan itu.
Menurut Anto, ini adalah hal yang tidak lazim. “Menurut saya ini adalah penyimpangan perilaku, karena 99 persen manusia tidak seperti itu. Semua ada batasannya, manusia ada batasannya. Meskipun seorang seniman sekalipun tetap ada batasannya,” tambah Anto.