Sebuah buku dari abad ke-19 di perpustakaan Houghton di Universitas Harvard, Amerika Serikat, ternyata memiliki sampul yang terbuat dari kulit manusia. Fakta ini ditemukan setelah dilakukan beberapa penelitian para ahli.
Diberitakan Sky News pekan ini, buku tersebut adalah salinan dari novel Prancis berjudul Des destinees de l'ame yang dikarang oleh penulis Arsene Houssaye. Peneliti menyimpulkan bahwa sampul buku itu 99,9 persen terbuat dari kulit manusia asli.
Menurut pustakawan, novel tentang "meditasi jiwa dan kehidupan setelah kematian" itu dipersembahkan penulis pada temannya, seorang dokter bernama Ludovic Bouland pada pertengahan 1880-an.
Di lembaran awal, Bouland mengakui sendiri bahwa itu adalah kulit manusia. "Buku tentang jiwa manusia layak disampuli dengan manusia."
Setelah melalui beberapa pengujian, Direktur Laboratorium Mass Spectrometry dan Proteomics Resource Harvard, Bill Lane, memastikan bahwa itu adalah kulit manusia.
Setelah melalui riset, ditemukan bahwa kulit itu adalah milik mayat seorang wanita penghuni rumah sakit jiwa yang meninggal karena stroke. Mayat itu tidak ada yang mengambil sehingga dijadikan bahan penelitian.
Di zaman sekarang, praktik ini memang terdengar mengerikan. Namun di masa dulu, menyampul buku dari kulit makhluk hidup kerap dilakukan. Ilmu sampul dari kulit manusia telah ada sejak abad ke-16, disebut "anthropodermic bibliopegy".
Saat itu, banyak mayat-mayat penjahat yang dihukum mati diberikan pada penyamak kulit maupun pembuat sampul buku.
Diberitakan Sky News pekan ini, buku tersebut adalah salinan dari novel Prancis berjudul Des destinees de l'ame yang dikarang oleh penulis Arsene Houssaye. Peneliti menyimpulkan bahwa sampul buku itu 99,9 persen terbuat dari kulit manusia asli.
Menurut pustakawan, novel tentang "meditasi jiwa dan kehidupan setelah kematian" itu dipersembahkan penulis pada temannya, seorang dokter bernama Ludovic Bouland pada pertengahan 1880-an.
Di lembaran awal, Bouland mengakui sendiri bahwa itu adalah kulit manusia. "Buku tentang jiwa manusia layak disampuli dengan manusia."
Setelah melalui beberapa pengujian, Direktur Laboratorium Mass Spectrometry dan Proteomics Resource Harvard, Bill Lane, memastikan bahwa itu adalah kulit manusia.
Setelah melalui riset, ditemukan bahwa kulit itu adalah milik mayat seorang wanita penghuni rumah sakit jiwa yang meninggal karena stroke. Mayat itu tidak ada yang mengambil sehingga dijadikan bahan penelitian.
Di zaman sekarang, praktik ini memang terdengar mengerikan. Namun di masa dulu, menyampul buku dari kulit makhluk hidup kerap dilakukan. Ilmu sampul dari kulit manusia telah ada sejak abad ke-16, disebut "anthropodermic bibliopegy".
Saat itu, banyak mayat-mayat penjahat yang dihukum mati diberikan pada penyamak kulit maupun pembuat sampul buku.